BAB I
PERMASALAHAN FILARIASIS DI
INDONESIA
A. Filariasis
Filariasis
atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai
penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah
penyakit yang disebabkan karena infeksi cacing filaria.
Penyakit
kaki gajah disebabkan oleh cacing dari kelompok nematoda, yaitu Wucheraria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiga jenis cacing tersebut
menyebabkan penyakit kaki gajah dengan cara penularan dan gejala klinis, serta
pengobatan yang sama. Cacing betina akan menghasilkan (melahirkan) larva,
disebut mikrofilaria, yang akan bermigrasi kedalam sistem peredaran darah.
Penyakit kaki gajah terutama disebabkan karena adanya cacing dewasa yang hidup
di saluran getah bening. Cacing tersebut akan merusak saluran getah bening yang
mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga
menyebabkan pembengkakan pada tungkai dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup
selama 5 – 7 tahun di dalam kelenjar getah bening.
Data WHO
menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada di lebih
dari 83 negara berisiko tertular filariasis, dan lebih dari 60% negara-negara
tersebut berada di Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang
diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala
klinis berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan (Lymphoedema) atau
anggota tubuh lainnya. Penyakit ini tersebar luas terutama di pedesaan,
dapat menyerang semua golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan
perempuan.
Penyakit
ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia.
Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko tertular filariasis lebih dari
125 juta orang yang tersebar di 337 kabupaten/kota endemis filariasis dengan
11.914 kasus kronis yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi microfilaria
19%, kurang lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk.
Penyakit kaki gajah merupakan salah satu
penyakit di daerah tropis dan sub tropis yang sebelumnya terabaikan. Mengingat
penyebaran yang sangat luas di Indonesia maka bila tidak ditangani dengan baik
dapat menyebabkan kecacatan dan stigma psikososial yang berdampak pada penurunan
produktivitas penderita, beban keluarga dan kerugian ekonomi yang besar bagi negara.
B.
Epidemiologi
Filariasis
dilaporkan pertama kali di Indonesia oleh Haga dan Van Eecke pada tahun 1889.
Dari ketiga jenis cacing filaria penyebab filariasis, Brugia malayi mempunyai
penyebaran paling luas di Indonesia. Brugia timori hanya terdapat di
Indonesia Timur yaitu di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau
kecil di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan Wuchereria bancrofti terdapat di
Pulau Jawa, Bali, NTB dan Papua.
Dalam perkembangannya, saat ini di Indonesia telah
teridentifikasi ada 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu : Mansonia,
Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor
filariasis.
Sejak tahun 2000 sampai tahun 2009 di Indonesia
kasus kronis filariasis dilaporkan ada 11.914 kasus yang tersebar di 401
Kabupaten/kota. Peningkatan jumlah kasus yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun
ini disebabkan bertambahnya jumlah kasus baru ataupun kasus lama yang baru
dilaporkan.
Situasi prevalensi mikrofilaria di Indonesia
berdasarkan hasil survei darah jari (SDJ) berkisar dari 1% hingga 38,57%.
Prevalensi mikrofilaria di Maluku, Papua, Irian Jaya Barat, Nusa Tenggara Timur
dan Maluku Utara umumnya lebih tinggi dari pulau lainnya di Indonesia.
Trias
Epidemiologi
1. Agent
Wuchereria
bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ( urban ) ditularkan oleh Culex
quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat
perindukannya. Wucheriria bancrofti yang di daerah pedesaan ( rural ) dapat
ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti
terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki
binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria
bancrofti ditularkan oleh Anopheles subpictus. Brugia Malayi yang hidup pada
manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti
Mn.uniformis, Mn.bonneae, dan Mn.dives yang berkembang biak di daerah rawa di
Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, B.malayi ditularkan oleh
Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya.
Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang berkembang biak di
daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori
hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
2. Host
Cacing
filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia. Manusia yang mengandung
parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki-laki
lebih dmudah terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat
infeksi (exposure). Hospes reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes
bagi cacing filaria, misalnya Brugia malayi yang dapat hidup pada kucing, kera,
kuda, dan sapi.
3. Enviroment
Kasus penderita
filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis seperti
di Indonesia. Daerah Endemis biasanya merupakan daerah dataran rendah yang
berawa dengan di sana-sini dikelilingi oleh daerah yang bersemak belukar dan
berhutan. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877,
setelah itu tidak muncul dan sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas
hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Sebanyak 26 provinsi di Indonesia
dikatakan endemis penyakit kaki gajah, antara lain Sumatera, sebagian wilayah
Jawa dan Bali.
Penyebaran
filariasis juga dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, social dan budaya. Lingkungan sosial, ekonomi dan kultur
adalah lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia,
termasuk perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan dan tradisi penduduk.
Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari atau kebiasaan keluar pada malam
hari, atau kebiasaan tidur perlu diperhatikan karena berkaitan dengan
intensitas kontak vektor (bila vektornya menggigit pada malam hari). Insiden
filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada insidens filariasis pada
perempuan karena umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena
pekerjaannya
1.
Kebiasaan
Keluar Rumah
Kebiasaan untuk berada di luar rumah
sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan
memudahkan gigitan nyamuk. Menurut hasil penelitian Kadarusman (2003) diketahui
bahwa kebiasaan keluar pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis.
2.
Pemakaian
Kelambu
Pemakaian kelambu sangat efektif dan
berguna untuk mencegah kontak dengan nyamuk. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ansyari (2004) menyatakan bahwa kebiasaan tidak menggunakan kelambu waktu
tidur sebagai faktor resiko kejadian filariasis
3.
Obat
Anti Nyamuk
Kegiatan ini hampir seluruhnya
dilaksanakan sendiri oleh masyarakat seperti berusaha menghindarkan diri dari
gigitan nyamuk vektor (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan
obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit dengan obat anti
nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk. Menurut Astri (2006) diketahui
bahwa kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk malam hari ada hubungan
dengan kejadian filariasis
4.
Pekerjaan
Pekerjaan yang dilakukan pada jam-jam
nyamuk mencari darah dapat berisiko untuk terkena filariasis, diketahui bahwa
pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis. Menurut
Astri (2006) diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan
kejadian filariasis
5.
Pendidikan
Tingkat pendidikan sebenarnya tidak
berpengaruh langsung terhadap kejadian filaria tetapi umumnya mempengaruhi
jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang.
C.
Rumusan
Masalah
Pengendalian
berbagai penyakit menular sampai saat ini masih menemui kendala, salah satunya
adalah pengendalian dan pemberantasan penyakit filariasis atau kaki gajah yang
harus dilakukan seluas wilayah kabupaten/kota. Penanganan telah dilakukan namun
dikarenakan kendala yang ada mengakibatkan hasilnya belum maksimal. Sehingga
sampai dengan tahun 2009 dilaporkan sebanyak 31 propinsi dan 337 kabupaten/kota
endemis filariasis dan 11.914 kasus kronis.
Penyakit ini termasuk
penyakit yang terabaikan karena tidak adanya kepentingan strategis dari pihak
manapun. Perlu diingat penyakit ini terkait dengan masalah gizi, kebersihan
lingkungan, dan kemiskinan dan menyebabkan kerugian sosial, ekonomi dan
kecatatan permanen.
Di Kalimantan
berdasarkan hasil dari survey darah jari (SDJ) situasi pravelensi microfilaria
pada tahun 2008-2009 menunjukkan angka sekitar 1,00-26,00 % dengan penyebaran
filariasis paling banyak akibat dari Wuchereria
malayi.
Berdasarkan survai untuk pemeriksan
mikroskopis pada desa dengan jumlah penderita terbanyak pada tahun 2002-2005,
terutama di Kalimantan, telah teridentifikasi 84 Kabupaten/ Kota dengan microfilaria rate 1% atau lebih. Data tersebut
menggambarkan bahwa seluruh daerah di Kalimantan merupakan daerah endemis
filariasis.
Dilihat
dari banyaknya kasus filariasis yang terjadi di Kalimantan untuk itu dibutuhkan
suatu rencana yang sistematis untuk menciptakan pengendalian filariasis di daerah
Kalimantan yang masih memiliki banyak rawa dan daerah hutan yang menjadi faktor
terpenting dalam penyebaran filariasis.
BAB II
TUJUAN
PENGENDALIAN FILARIASIS
A. Tujuan Program
Tujuan program dari pengendalian filariasis
adalah menurunnya angka microfilaria menjadi kurang dari 1 % di daerah endemis serta
mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.
B. Tujuan Pendidikan
Tujuan
dari pendidikan tentang filariasis ini adalah agar para penderita filariasis
bersedia memeriksakan diri ke unit kesehatan serta mampu merawat anggota tubuh
yang sakit serta agar penderita filariasis
bersedia melaksanakan pengobatan massal filariasi secara teratur sekali
setahun, dalam 5 tahun berturut-turut. Selain itu pemangku adat agar bisa
mengatur masyarakatnya untuk berperan aktif dalam upaya pengurangan filariasis
di daerahnya dengan cara membentuk relawan filariasis di tempat tinggalnya,
baik relawan perawatan penderita klinis kronis filariasis, pengobatan massal
filariasis maupun dalam rangka pemantauan kinerja program filariasis di
daerahnya.
C. Tujuan Perilaku
Peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit filariasis dan memberikan penyuluhan
kepada masyarakat dalam mengurangi penyebaran vector filariasis yaitu nyamuk,
dengan cara seperti program 3M, Menguras, Menutup, Mengubur.
BAB
III
SASARAN
PROMOSI KESEHATAN
1.
Karakteristik
Sasaran
a.
Umur
Dalam promosi kesehatan yang akan
kita lakukan sasaran yang akan kita jangkau adalah masyarakat dengan umur
produktif yaitu sekitar 20-49 tahun
b.
Pendidikan
Pendidikan
masyarakat yang dipilih dalam program pengendalian filariasis ini adalah
masyarakat dengan pendidikan yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas.
c.
Tingkat
Ekonomi
Tingkat
ekonomi sasaran pengendalian filariasis ini adalah masyarakat dengan tingkat
ekonomi yang rendah.
d.
Jenis
Kelamin
Penentuan jenis kelamin
untuk pengendalian filariasis adalah masyarakat dengan jenis kelamin laki-laki dengan
pekerjaan berburu pada malam hari.
e.
Tempat
Tinggal
Kasus
penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan
tropis seperti di Indonesia. Daerah Endemis biasanya merupakan daerah dataran
rendah yang berawa dengan di sana-sini dikelilingi oleh daerah yang bersemak
belukar dan berhutan.
·
Desa :
Rawa kakap
·
Kecamatan : Sungai kakap
·
Kabupaten : Pontianak
·
Provinsi :
Kalimantan barat
BAB
IV
PENENTUAN
ISI MATERI, METODE
DAN
MEDIA PROMOSI KESEHATAN
1.
Materi
Promosi Kesehatan
a.
Pengertian
Filariasis
Filariasis atau elephantiasis atau
yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di
beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena
infeksi cacing filaria.
Filariasis
atau penyakit kaki gajah (elephantiasis) adalah penyakit menular yang mengenai
saluran kelenjar limfe (getah bening) disebabkan oleh cacing filaria dan
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini menyerang semua golongan
umum dan bersifat menahun. Jika seorang terkena penyakit ini dan tidak
mendapatkan pengobatan sedini mungkin dapat menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan, buah dada dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki. Cacat
yang menetap akan menimbulkan hambatan psikologis, stigma social dan akan
menurunkan sumber daya manusianya, sehingga akan menimbulkan kerugian ekonomi
akibat tidak sedikit dari mereka yang sangat tergantung kepada keluarga,
masyarakat dan Negara.
b.
Cara
Penularan
Seseorang dapat tertular atau
terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi,
yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat
mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung
mikrofolaria. Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia)
dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk
dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak
tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi
larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi.
Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh
menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta bekembang biak
c.
Cara
Pencegahan dan Pemberantasan
ü Menghindarkan
diri dari gigitan nyamuk
ü Memberantas nyamuk serta sumber perindukan
ü Meminum obat anti penyakit filariasis secara
masal yang diprogramkan oleh pemerintah Indonesia
Pemberantasan nyamuk diwilayah
masing-masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit
ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting untuk mencegah
terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.
·
Berusaha menghindarkan diri dari gigitan
nyamuk penular
·
Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa
yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau
mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
·
Membersihkan semak-semak disekitar rumah
·
Membasmi penyebar penyakit kaki gajah,
dengan cara penyemprotan nyamuk di sekitar tempat tinggal kita.
·
Gunakan anti nyamuk seperti pemakaian
obat nyamuk semprot, bakar, lotion anti nyamuk dan sebagainya.
·
Memakai kelambu pada saat tidur juga
dapat mencegah gigitan nyamuk.
·
Menutup ventilasi rumah dengan kasa
nyamuk.
·
Membersihkan pekarangan dan lingkungan
di sekitar rumah.
·
Mencegah berkembangkanya nyamuk, dengan
cara menguras penampungan air yang menjadi tempat berkembangkanya nyamuk.
Sebenarnya penyakit kaki gajah bisa dicegah asalkan hidup kita sehat jauh
dari nyamuk dan kotoran. Berikut pencegahan penyakit kaki gajah yang bisa anda
lakukan :
·
Berusaha menghindarkan diri dari gigitan
nyamuk penular
·
Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa
yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau
mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
·
Membersihkan semak-semak di sekitar rumah
·
Tidur menggunakan kelambu
·
Lubang angin (ventilasi) rumah ditutup
kawat kasa halus
·
Memakai obat gosok anti nyamuk
·
Melakukan penyemprotan untuk membunuh
nyamuk dewasa
·
Memeriksa diri ke puskesmas atau dokter
bila tetangga atau keluarga terkena filariasis.
2.
Metode
Promosi Kesehatan
Metode yang digunakan dalam promosi
kesehatan yaitu:
1. Penyuluhan
langsung, sebab masyarakat lebih mengerti apabila dilakukan penyuluhan dengan
langsung. Sebelum penyuluhan langsung kita akan mendatangi pemangku adat
disana, kemudian menceritakan tentang tujuan kita, setelah itu kita meminta
sebuah ruangan dimana untuk mengumpulkan warganya disuatu tempat yang luas
untuk dilakukan penyuluhan. Selain dengan penyuluhan langsung juga menggunakan
pemasangan poster serta pamflet.
Untuk
Sumber Daya Manusia yang akan diterjukan ke daerah endemis tersebut adalah sebuah
kelompok mahasiswa Analis Kesehatan Nasional yang akan terdiri dari 5 orang
yang mengerti tentang bagaimana penyakit filariasis itu. Kelompok ini disana
akan memberikan pendidikan tentang apa itu penyakit filariasis kepada
masyarakat filariasis, memberikan pelatihan kepada masyarakat tersebut
bagaimana cara kita mencegah dan menghindari penyakit filariasis, cara merawat
orang yeng menderita filariasis, dan memberikan pengetahuan kepada penderita
filariasis untuk melakukan pengobatan massal yang merupakan bagian dari program
pemerintah Indonesia.
3.
Media
Promosi Kesehatan
a.
Media
Cetak
Pembuatan pamphlet untuk
mensosialisasikan tentang filariasis.
b.
Media
Elektronik
ü Pemutaran
film
ü Slide
(Laptop, LCD, Speaker)
0 comments:
Post a Comment