Friday, June 21, 2013

about filariasis



BAB I
PERMASALAHAN FILARIASIS DI INDONESIA
A.    Filariasis
Filariasis atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi cacing filaria.
Penyakit kaki gajah disebabkan oleh cacing dari kelompok nematoda, yaitu Wucheraria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiga jenis cacing tersebut menyebabkan penyakit kaki gajah dengan cara penularan dan gejala klinis, serta pengobatan yang sama. Cacing betina akan menghasilkan (melahirkan) larva, disebut mikrofilaria, yang akan bermigrasi kedalam sistem peredaran darah. Penyakit kaki gajah terutama disebabkan karena adanya cacing dewasa yang hidup di saluran getah bening. Cacing tersebut akan merusak saluran getah bening yang mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga menyebabkan pembengkakan pada tungkai dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5 – 7 tahun di dalam kelenjar getah bening.
Data WHO menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada di lebih dari 83 negara berisiko tertular filariasis, dan lebih dari 60% negara-negara tersebut berada di Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan (Lymphoedema) atau anggota tubuh lainnya. Penyakit ini tersebar luas terutama di pedesaan, dapat menyerang semua golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko tertular filariasis lebih dari 125 juta orang yang tersebar di 337 kabupaten/kota endemis filariasis dengan 11.914 kasus kronis yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi microfilaria 19%, kurang lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk.
Penyakit kaki gajah merupakan salah satu penyakit di daerah tropis dan sub tropis yang sebelumnya terabaikan. Mengingat penyebaran yang sangat luas di Indonesia maka bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dan stigma psikososial yang berdampak pada penurunan produktivitas penderita, beban keluarga dan kerugian ekonomi yang besar bagi negara.
B.     Epidemiologi
Filariasis dilaporkan pertama kali di Indonesia oleh Haga dan Van Eecke pada tahun 1889. Dari ketiga jenis cacing filaria penyebab filariasis, Brugia malayi mempunyai penyebaran paling luas di Indonesia. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur yaitu di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan Wuchereria bancrofti terdapat di Pulau Jawa, Bali, NTB dan Papua.
Dalam perkembangannya, saat ini di Indonesia telah teridentifikasi ada 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu : Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis.
Sejak tahun 2000 sampai tahun 2009 di Indonesia kasus kronis filariasis dilaporkan ada 11.914 kasus yang tersebar di 401 Kabupaten/kota. Peningkatan jumlah kasus yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun ini disebabkan bertambahnya jumlah kasus baru ataupun kasus lama yang baru dilaporkan.
Situasi prevalensi mikrofilaria di Indonesia berdasarkan hasil survei darah jari (SDJ) berkisar dari 1% hingga 38,57%. Prevalensi mikrofilaria di Maluku, Papua, Irian Jaya Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara umumnya lebih tinggi dari pulau lainnya di Indonesia.
            Trias Epidemiologi
1.      Agent
Wuchereria bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ( urban ) ditularkan oleh Culex quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya. Wucheriria bancrofti yang di daerah pedesaan ( rural ) dapat ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh Anopheles subpictus. Brugia Malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mn.uniformis, Mn.bonneae, dan Mn.dives yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, B.malayi ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
2.      Host
Cacing filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia. Manusia yang mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki-laki lebih dmudah terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi (exposure). Hospes reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing filaria, misalnya Brugia malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda, dan sapi.
3.      Enviroment
Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis seperti di Indonesia. Daerah Endemis biasanya merupakan daerah dataran rendah yang berawa dengan di sana-sini dikelilingi oleh daerah yang bersemak belukar dan berhutan. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Sebanyak 26 provinsi di Indonesia dikatakan endemis penyakit kaki gajah, antara lain Sumatera, sebagian wilayah Jawa dan Bali.
Penyebaran filariasis juga dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, social dan budaya. Lingkungan sosial, ekonomi dan kultur adalah lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, termasuk perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan dan tradisi penduduk. Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari atau kebiasaan keluar pada malam hari, atau kebiasaan tidur perlu diperhatikan karena berkaitan dengan intensitas kontak vektor (bila vektornya menggigit pada malam hari). Insiden filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada insidens filariasis pada perempuan karena umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena pekerjaannya
1.      Kebiasaan Keluar Rumah
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Menurut hasil penelitian Kadarusman (2003) diketahui bahwa kebiasaan keluar pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis.
2.      Pemakaian Kelambu
Pemakaian kelambu sangat efektif dan berguna untuk mencegah kontak dengan nyamuk. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ansyari (2004) menyatakan bahwa kebiasaan tidak menggunakan kelambu waktu tidur sebagai faktor resiko kejadian filariasis
3.      Obat Anti Nyamuk
Kegiatan ini hampir seluruhnya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat seperti berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk. Menurut Astri (2006) diketahui bahwa kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis
4.      Pekerjaan
Pekerjaan yang dilakukan pada jam-jam nyamuk mencari darah dapat berisiko untuk terkena filariasis, diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis. Menurut Astri (2006) diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis
5.      Pendidikan
Tingkat pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian filaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang.

C.    Rumusan Masalah
Pengendalian berbagai penyakit menular sampai saat ini masih menemui kendala, salah satunya adalah pengendalian dan pemberantasan penyakit filariasis atau kaki gajah yang harus dilakukan seluas wilayah kabupaten/kota. Penanganan telah dilakukan namun dikarenakan kendala yang ada mengakibatkan hasilnya belum maksimal. Sehingga sampai dengan tahun 2009 dilaporkan sebanyak 31 propinsi dan 337 kabupaten/kota endemis filariasis dan 11.914 kasus kronis.
Penyakit ini termasuk penyakit yang terabaikan karena tidak adanya kepentingan strategis dari pihak manapun. Perlu diingat penyakit ini terkait dengan masalah gizi, kebersihan lingkungan, dan kemiskinan dan menyebabkan kerugian sosial, ekonomi dan kecatatan permanen.
Di Kalimantan berdasarkan hasil dari survey darah jari (SDJ) situasi pravelensi microfilaria pada tahun 2008-2009 menunjukkan angka sekitar 1,00-26,00 % dengan penyebaran filariasis paling banyak akibat dari Wuchereria malayi.
Berdasarkan survai untuk pemeriksan mikroskopis pada desa dengan jumlah penderita terbanyak pada tahun 2002-2005, terutama di Kalimantan, telah teridentifikasi 84 Kabupaten/ Kota dengan microfilaria rate 1% atau lebih. Data tersebut menggambarkan bahwa seluruh daerah di Kalimantan merupakan daerah endemis filariasis.
Dilihat dari banyaknya kasus filariasis yang terjadi di Kalimantan untuk itu dibutuhkan suatu rencana yang sistematis untuk menciptakan pengendalian filariasis di daerah Kalimantan yang masih memiliki banyak rawa dan daerah hutan yang menjadi faktor terpenting dalam penyebaran filariasis.







BAB II
                                        TUJUAN PENGENDALIAN FILARIASIS              

A.    Tujuan Program
Tujuan program dari pengendalian filariasis adalah menurunnya angka microfilaria menjadi kurang dari 1 % di daerah endemis serta mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.
B.     Tujuan Pendidikan
Tujuan dari pendidikan tentang filariasis ini adalah agar para penderita filariasis bersedia memeriksakan diri ke unit kesehatan serta mampu merawat anggota tubuh yang sakit serta agar penderita filariasis  bersedia melaksanakan pengobatan massal filariasi secara teratur sekali setahun, dalam 5 tahun berturut-turut. Selain itu pemangku adat agar bisa mengatur masyarakatnya untuk berperan aktif dalam upaya pengurangan filariasis di daerahnya dengan cara membentuk relawan filariasis di tempat tinggalnya, baik relawan perawatan penderita klinis kronis filariasis, pengobatan massal filariasis maupun dalam rangka pemantauan kinerja program filariasis di daerahnya.
C.    Tujuan Perilaku
Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang penyakit filariasis dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat dalam mengurangi penyebaran vector filariasis yaitu nyamuk, dengan cara seperti program 3M, Menguras, Menutup, Mengubur.



BAB III
SASARAN PROMOSI KESEHATAN

1.      Karakteristik Sasaran
a.      Umur
Dalam promosi kesehatan yang akan kita lakukan sasaran yang akan kita jangkau adalah masyarakat dengan umur produktif yaitu sekitar 20-49 tahun
b.      Pendidikan
Pendidikan masyarakat yang dipilih dalam program pengendalian filariasis ini adalah masyarakat dengan pendidikan yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
c.       Tingkat Ekonomi
Tingkat ekonomi sasaran pengendalian filariasis ini adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah.
d.      Jenis Kelamin
Penentuan jenis kelamin untuk pengendalian filariasis adalah masyarakat dengan jenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan berburu pada malam hari.
e.       Tempat Tinggal
Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis seperti di Indonesia. Daerah Endemis biasanya merupakan daerah dataran rendah yang berawa dengan di sana-sini dikelilingi oleh daerah yang bersemak belukar dan berhutan.
·         Desa                : Rawa kakap
·         Kecamatan      : Sungai kakap
·         Kabupaten       : Pontianak
·         Provinsi           : Kalimantan barat                  


BAB IV
PENENTUAN ISI MATERI, METODE
DAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN

1.      Materi Promosi Kesehatan
a.      Pengertian Filariasis
Filariasis atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi cacing filaria.
Filariasis atau penyakit kaki gajah (elephantiasis) adalah penyakit menular yang mengenai saluran kelenjar limfe (getah bening) disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini menyerang semua golongan umum dan bersifat menahun. Jika seorang terkena penyakit ini dan tidak mendapatkan pengobatan sedini mungkin dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, buah dada dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Cacat yang menetap akan menimbulkan hambatan psikologis, stigma social dan akan menurunkan sumber daya manusianya, sehingga akan menimbulkan kerugian ekonomi akibat tidak sedikit dari mereka yang sangat tergantung kepada keluarga, masyarakat dan Negara.
b.      Cara Penularan
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria. Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta bekembang biak
c.       Cara Pencegahan dan Pemberantasan
ü   Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk
ü    Memberantas nyamuk serta sumber perindukan
ü    Meminum obat anti penyakit filariasis secara masal yang diprogramkan oleh pemerintah Indonesia
Pemberantasan nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.
·         Berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular
·         Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
·         Membersihkan semak-semak disekitar rumah
·         Membasmi penyebar penyakit kaki gajah, dengan cara penyemprotan nyamuk di sekitar tempat tinggal kita.
·         Gunakan anti nyamuk seperti pemakaian obat nyamuk semprot, bakar, lotion anti nyamuk dan sebagainya.
·         Memakai kelambu pada saat tidur juga dapat mencegah gigitan nyamuk.
·         Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk.
·         Membersihkan pekarangan dan lingkungan di sekitar rumah.
·         Mencegah berkembangkanya nyamuk, dengan cara menguras penampungan air yang menjadi tempat berkembangkanya nyamuk.
Sebenarnya penyakit kaki gajah bisa dicegah asalkan hidup kita sehat jauh dari nyamuk dan kotoran. Berikut pencegahan penyakit kaki gajah yang bisa anda lakukan :
·         Berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular
·         Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
·         Membersihkan semak-semak di sekitar rumah
·         Tidur menggunakan kelambu
·         Lubang angin (ventilasi) rumah ditutup kawat kasa halus
·         Memakai obat gosok anti nyamuk
·         Melakukan penyemprotan untuk membunuh nyamuk dewasa
·         Memeriksa diri ke puskesmas atau dokter bila tetangga atau keluarga terkena filariasis.

2.      Metode Promosi Kesehatan
Metode yang digunakan dalam promosi kesehatan yaitu:
1.      Penyuluhan langsung, sebab masyarakat lebih mengerti apabila dilakukan penyuluhan dengan langsung. Sebelum penyuluhan langsung kita akan mendatangi pemangku adat disana, kemudian menceritakan tentang tujuan kita, setelah itu kita meminta sebuah ruangan dimana untuk mengumpulkan warganya disuatu tempat yang luas untuk dilakukan penyuluhan. Selain dengan penyuluhan langsung juga menggunakan pemasangan poster serta pamflet.
Untuk Sumber Daya Manusia yang akan diterjukan ke daerah endemis tersebut adalah sebuah kelompok mahasiswa Analis Kesehatan Nasional yang akan terdiri dari 5 orang yang mengerti tentang bagaimana penyakit filariasis itu. Kelompok ini disana akan memberikan pendidikan tentang apa itu penyakit filariasis kepada masyarakat filariasis, memberikan pelatihan kepada masyarakat tersebut bagaimana cara kita mencegah dan menghindari penyakit filariasis, cara merawat orang yeng menderita filariasis, dan memberikan pengetahuan kepada penderita filariasis untuk melakukan pengobatan massal yang merupakan bagian dari program pemerintah Indonesia.
3.      Media Promosi Kesehatan
a.      Media Cetak
Pembuatan pamphlet untuk mensosialisasikan tentang filariasis.
b.      Media Elektronik
ü   Pemutaran film
ü   Slide (Laptop, LCD, Speaker)

0 comments:

Post a Comment